Kisah Rasulullah Enggan Shalat Jenazah Kepada Orang yang Meninggalkan Utang

Dalam hal orang yang mati meninggalkan utang, Rasulullah SAW. memang tidak kenal kompromi. Beliau tidak akan menyalatinya hingga ada yang menanggung seperti halnya kisah ini. Karena jiwa setiap orang mukmin digantungkan pada utangnya.

Jika semua utangnya lunas, maka ia akan dipermudah hisabnya. Namun jika mati meninggalkan utang, maka lain lagi ceritanya, jiwanya akan mengambang walau semasa hidup ahli ibadah. Dalam hal utang, Rasulullah Saw. bersabda,

نفس المؤمن معلقة بدينه حتى يقضى عليه

Jiwa orang mukmin bergantung pada utangnya hingga dilunasi (HR. tirmidzi, no. 1078)

Oleh karenanya, lebih baik kita pikirkan matang-matang sebelum berutang. Sekiranya mampu mengembalikan, maka tidak ada larangan untuk berutang. Namun sekiranya tidak sanggup melunasi, maka lebih baik terus terang saja saat akan meminjam. Biar ada kejelasan dan tidak menyesal di kemudian hari.

Sungguh, saat kita mati tanpa meninggalkan utang, maka jalan menuju surga lebih mudah. Saat hati terbebas dari sifat takabbur. Saat kita tidak suka ingkar janji, menjalankan amanah dengan sebenar-benarnya, saat itulah pintu surga terbuka untuk kita. Rasulullah Saw. bersabda,

من فارق الروح الجسد وهو بريء من ثلاث دخل الجنة من الكبر والغلول والدين

Barangsiapa ruhnya sudah terpisah dari jasad, adapun ia terbebas dari tiga perkara, maka ia akan masuk surga. Yaitu terbebas dari sombong, khianat, dan utang (HR. Ibnu Majah, no. 2412)

Jangan andalkan sholat, puasa, atau haji, bila masih memiliki utang, maka semua ditangguhkan. Bahkan orang yang mati syahid pun, ketika ia meninggalkan utang, dosa utangnya tidak akan diampuni. Rasulullah Saw. bersabda,

يغفر للشهيد كل ذنب الا الدين

Semua dosa orang yang mati syahid pasti diampuni kecuali dosa akibat utang (HR. Muslim, no. 1886)

Berkenaan utang, ada kisah orang mati meninggalkan pada masa Nabi Muhammad Saw. Kisah ini disampaikan oleh Imam Muhammad Bin Abu Bakar dalam kitabnya, Al-Mawaidh Al-Ushfuriyah, pada hadits yang kelima belas. Namun, bukan masalah utangnya yang bisa diambil ibrah , tapi amalan masa hidupnya yang membuat kita ta’jub.

Suatu ketika, Nabi Muhammad Saw. sedang duduk-duduk di pinggiran Kota Madinah. Lalu, tak lama kemudian orang-orang lewat di depan beliau sambil memikul jenazah. Pertama kali yang ditanyakan beliau bukan nama atau asal dari jenazah tersebut, melainkan apakah ia punya utang atau tidak. Nabi Saw. bertanya pada mereka,

هل عليه دين

Apakah ia memiliki utang?

Orang-orang itu langsung menjawab dengan penuh hormat,

عليه دين اربعة دراهم

Iya, dia punya utang sejumlah 4 dirham.

Mendengar penuturan orang-orang tersebut, nabi enggan menjadi imam shalat jenazah untuknya. Beliau bersabda,

صلوا عليه فاني لا اصلي على من كان عليه دين اربعة دراهم فمات ولم يؤدها

Sudahlah, sholatilah oleh kalian saja. Aku tidak mau menyalati orang yang punya utang walau hanya 4 dirham, dia mati sebelum melunasi utangnya.

Semua orang tentunya paham mengapa Nabi Muhammad Saw. bersikap seperti itu. Semua itu biar menjadi pelajaran bagi para sahabat. Namun, tidak lama dari nabi mengucapakan keengganannya untuk shalat jenazah itu, Allah Swt. mengutus Malaikat Jibril as. untuk menemuinya. “ Wahai Rasulullah Saw., Allah Swt. mengirimkan salama padamu. Sholatilah orang itu, dia sudah diampuni. Aku sudah melunasi utangnya atas perintah Allah Swt. Katakan pada mereka, siapa saja yang ikut shalat jenazah, maka ia juga akan diampuni”, terang Malaikat Jibril As. pada nabi.

Nabi Muhammad Saw. merasa ta’jub pada jenazah itu. Mengapa bisa ia mendapatkan karomah tersebut. Beliau menanyakan hal itu pada Malaikat Jibril As. “ Itu semua karena keistiqomahannya dalam membaca Surat Al-Ikhlas tiap hari sebanyak 100 kali. Karena di dalamnya terdapat penjelasan tentang sifat-sifat Allah Swt. dan pujian untuk-Nya”, jawab malaikat.

Kisah ini bukan berarti mengajarkan kita untuk berutang dan mengharap malaikat yang melunasi dengan amalan Al-Ikhlas 100 kali dalam sehari. Kisah menunjukkan tentang karomah bagi orang-orang yang istiqomah mengamalkan surat Al-Ikhlas. Soal utang, lain cerita, kita tetap harus membayarnya sebelum ajal menjemput. Atau menulisnya dalam bentuk wasiat. Wallahua’lam