Kisah Peminum Arak

Padang pasir membentang luas. Sejauh mata memandang yang nampak hanyalah warna kecoklatan. Burung-burung terbang begitu rendah, menambah kemasyukan siang itu. Khalifah Umar berjalan dengan putra sulungnya, Abdullah, Dari kejauhan mereka melihat seorang laki-laki – Peminum Arak – yang berjalan cepat ke arah mereka berdua.

Khalifah Umar mengamati laki-laki yang tengah mendekati mereka seraya berkata, “Kelihatannya laki-laki ini ingin bertemu kita.”

Khalifah Umar menderumkan unta tunggangannya. Laki dia turun dan berjalan menuju laki-laki itu. Melihat orang yang dia cari mendekati dirinya, sang laki-laki segera berlari sekencangnya menuju Khalifah Umar. Akhirnya dia dapat bertemu dengan Khalifah Umar, Karena tak sanggup menahan perasaan, akhirnya dia menangis di hadapan Khalifah Umar.

Hati Khalifah Umar tak mampu menyembunyikan kesedihan­nya, Duka yang dialami sang laki-laki begitu dalam hingga mampu membuat air mata Khalifah Umar mengalir dengan deras.

Dengan sesengukan Khalifah Umar mulai bertanya kepada sang laki-laki, “Ada apa denganmu?”

Sang laki-laki mencoba tenang, dia tidak mau membuat Khalifah Umar juga menangis. Dia mengusap dan membersihkan kedua matanya. Lalu, dia mulai bercerita, “Wahai Amirul Mukminin, kemarin saya meminum arak. Lalu, Abu Musa Al Asy'ari memukulku hingga wajahku menghitam.

Kemudian dia mengarakku. Dan dia melarang orang-orang untuk bergaul denganku. Saya sangat ingin menghunus pedangku dan memukulkan pedang itu kepadanya atau saya mendatangi Anda sehingga Anda memindahkan saya ke suatu daerah yang tidak diketahui atau saya pergi ke Negara kafir.”

Mendengar penuturan sang laki-laki, Khalifah Umar menangis lagi dan berkata, “Sesungguhnya aku -dulu- termasuk peminum arak, sungguh saat jahiliyah orang-orang juga peminum arak.”

Lantas Khalifah Umar menulis surat kepada Abu Musa Al- Asy’ari.

Sesungguhnya seorang laki-laki datang menemuiku lalu dia bercerita ini dan ini, Apabila suratku telah sampai ke tanganmu maka perintahkan orang-orang agar duduk dan bergaul dengannya. Kemudian apabila dia taubat maka terimalah persaksiannya.

Wassalam

Setelah menulis surat itu, Khalifah Umar memberi sang laki-laki pakaian dan uang 200 dirham. Setelah itu, Khalifah Umar menyuruh salah seorang utusan untuk segera mengirimkan surat itu kepada Abu Musa Al-Asy’ari.