Kisah Malaikat Penjaga Gunung yang Murka Saat Rasulullah Dihina

Malaikat penjaga gunung pernah murka karena melihat Rasulullah SAW tengah bersedih usai ditolak untuk berdakwah. Saking marahnya, malaikat itu menawarkan untuk menimpakan dua gunung di Makkah dan Mina.

Kisah itu diceritakan dalam Kitab ‘Alam al-Mala'ikah al-Abrar & Alam al-Jinn wa asy-Syayathin karya Umar Sulaiman Abdullah Al-Asyqar dan diterjemahkan oleh Kaserun AS Rahman dengan bersandar pada dua hadits yang shahih, yakni Bukhari dan Muslim.

Dari Aisyah RA, ia bertanya kepada Rasulullah SAW, “Apakah engkau pernah mengalami hari yang lebih berat bagimu daripada Perang Uhud?”

Rasulullah SAW menjawab, “Aku telah mendapatkan banyak hal dari kaumku. Hal yang paling berat yang pernah kualami dari mereka adalah pada hari Aqabah (sebuah tempat di Mina). Ketika itu aku menawarkan dakwahku kepada Ibnu Abdi Yalail bin Kilal, tetapi ia tidak mau menerima apa yang aku kehendaki.

Aku pun berjalan dengan sangat sedih hingga baru tersadar ketika aku sudah berada di dekat Tsa'alib (sebuah tempat di dekat Makkah). Aku melihat ke atas, ternyata ada segumpal awan yang menaungiku.

Ketika awan itu kuperhatikan ternyata ada Malaikat Jibril yang memanggilku dan berkata, “Sesungguhnya, Allah telah mendengar ucapan kaummu terhadapmu dan bagaimana jawaban mereka terhadapmu. Allah telah mengutus malaikat penjaga gunung kepadamu agar engkau perintahkan apa yang engkau mau terhadap mereka.”

Tak berselang lama, malaikat penjaga gunung pun muncul dan memanggilku sambil mengucapkan salam. Malaikat itu berkata, “Wahai Muhammad, itu terserah apa yang engkau kehendaki. Jika engkau menghendaki, akan aku timpakan Gunung Akhsyabain (dua gunung Makkah dan Mina).”

Nabi SAW langsung menjawab, “Akan tetapi, aku berharap agar Allah menurunkan dari tulang sulbi mereka, orang yang mau menyembah Allah dan tidak menyekutukan-Nya.”

Terkait hal itu, dalam Kitab Riyadhus Shalihin, Imam an-Nawawi menjelaskan bahwa, apa yang telah ditawarkan malaikat penjaga gunung tersebut tidak diterima Rasulullah SAW. Justru, beliau mendoakan semoga di antara keturunan kaumnya itu ada yang menjadi orang mukmin dan muslim.

Tidak hanya itu, dalam Kitab Syarah-nya, Imam an-Nawawi juga menjelaskan, Rasulullah SAW tidak pernah merasa marah atau membalas penganiayaan yang terjadi padanya. Sebaliknya, beliau selalu bersabar di jalan dakwah dan mencari ridha Allah SWT di balik peristiwa tersebut.