ISLAM mengajarkan kepada pemeluknya untuk senantiasa berkata jujur. Sifat jujur sangat dicintai Allah, sebagaimana firman-Nya dalam Alquran Surah An-Nisa ayat 9 yang berbunyi:

وَلْيَخْشَ الَّذِينَ لَوْ تَرَكُوا مِنْ خَلْفِهِمْ ذُرِّيَّةً ضِعَافًا خَافُوا عَلَيْهِمْ فَلْيَتَّقُوا اللَّهَ وَلْيَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا

Artinya: “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap (kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang benar (jujur),” (QS. An-Nisa: 9) .

Bicara soal kejujuran, ada kisah yang bisa dipetik hikmahnya dari seorang alim yaitu Abu Abdullah Muhammad bin Idris asy-Syafi'i al-Muththalibi al-Qurasyi atau akrab kita kenal sebagai Imam Asy-Syafii.

Pendiri madzhab Syafii yang kebanyakan dianut oleh umat muslim di Indonesia. Banyak teladan yang bisa kita contoh Imam Syafii, di mana salah satunya sifat jujur.

Kejujuran Imam Asy-Syafii semasa hidupnya bahkan tidak mengenal batas. Sifat mulia itu telah ditanam oleh ibundanya sejak kecil, yakni Fatimah binti Ubaidillah.

Dai muda Nahdlatul Ulama (NU), Ustadz Muhammad Najmi Fathoni mengatakan, sejak kecil ibunda Imam Syafii yakni Fatimah selalu berpesan kepada anaknya agar selalu berkata jujur dalam kondisi apapun.

“Berjanjilah padaku anakku Syafii, bahwa kau akan terus menjadi anak yang jujur,” demikian pesan mulia ibunda Imam Syafii.

Seiring berjalannya waktu, pesan sang ibu masih tertanam kuat di hati Imam Syafii. Suatu hari, saat sedang melakukan perjalanan ke Madinah bersama rombongannya untuk belajar agama kepada Imam Malik. Akan tetapi, di tengah perjalanan Imam Syafii dihadang kawanan perampok.

Kawanan bandit itu lantas menanyai satu persatu rombongan Imam Syafii. Hingga akhirnya tibalah pada Imam Syafii yang ditanya oleh mereka. “Apa yang kamu punya?” tanya salah satu perampok.

Imam Syafii dengan polos mengaku membawa 400 dirham. Namun, sekelompok penyamun itu tidak percaya karena penampilan Imam Syafii begitu sederhana. Bahkan Imam Syafii dianggap hanya mengolok-olok mereka.

Imam Syafii lantas disuruh mengeluarkan uang yang ia bawa. Sang alim pun langsung mengeluarkan uang 400 dirham itu dari saku pakaiannya.

Maka terkejutlah kawanan perampok itu. Seraya menerima 400 dirham dari tangan Imam Syafii, pimpinan perampok itu lalu bertanya: “Kenapa kau begitu jujur kepadaku padahal kau tahu kami akan mengambil hartamu,” tanya si perampok.

“Saya jujur kepadamu karena saya telah berjanji kepada ibuku untuk selalu berkata jujur,” jawab Imam Syafii.

Sebelumnya

1

2

Ustadz Najmi mengatakan, setelah mendengar jawaban Imam Syafii itu, hati sang perampok itu bergetar karena hidayah Allah.

Kawanan bandit itu merasa malu lantaran meski tak ada sang ibu di sampingnya namun Syafii kecil tetap menepati janji mulia itu. Sementara dirinya telah berlaku zalim kepada Imam Syafii dan rombongannya yang hendak menuntut ilmu.

“Sang perampok lalu tertunduk dan bertobat saat itu juga di hadapan Imam Syafii. Itulah buah dari kejujuran seorang alim yang tetap berkata jujur dalam kondisi apapun,” kata Ustadz Najmi kepada Okezone , Selasa (14/7/2020).

“Saya jadi teringat pesan almarhum Gus Dur, ‘ kun shadiqan abadan ‘ artinya ‘jadilah orang jujur selamanya'. Menjadi orang jujur hikmahnya ada tiga yaitu mendapat kepercayaan, menanamkan rasa cinta, dan meraih kehormatan,” tandasnya.

(put)

2

2