Cambukan dan Kasih sayang
Seorang wanita datang menghadap Khalifah Umar. Dilihat dari pakaiannya dia adalah seorang budak. Melihat hal itu Khalifah Umar penasaran, pasti telah terjadi sesuatu dengan budak wanita ini.
“Wahai hamba Allah! Apa yang terjadi denganmu?” Tanya Khalifah Umar.
Budak itu terdiam. Dengan suara terbata-bata dia memulai ceritanya, ”Suatu hari saya berjalan di sebuah kebun milik Bani Najjar. Tiba-tiba datanglah putra Anda, Abu Syahmah.
Dia berjalan sempoyongan dalam keadaan mabuk. Lantas dia merayu saya. Dan menarik saya ke dalam kebun itu. Dia pun mengambil dariku hal yang diambil oleh seorang suami dari istrinya, oleh sebab itu, tegakkan hukum Allah pada masalah yang terjadi antara saya dengan dia.”
Mendengar penuturan budak wanita itu, hati Khalifah Umar bergetar hebat. Dia tak menduga salah seorang dari keluarganya berani melakukan perbuatan terkutuk yang diharamkan oleh Allah itu.
Khalifah Umar menyuruh seorang laki-laki untuk segera mengumumkan kepada kaum muslimin untuk berkumpul di Masjid Nabawi. Laki-laki tersebut segera melaksakan perintah Khalifah Umar.
Sementara itu, Khalifah Umar bergegas pergi ke rumah Abu Syahmah. Dan kebetulan, ternyata Abu Syahmah berada di rumah.
Khalifah Umar bertanya mengenai kejadian itu kepada Abu Syahmah. Abu Syahmah mengakui bahwa apa yang dikatakan oleh budak wanita itu benar.
Mendengar pengakuan Abu Syahmah, Khalifah Umar menarik Abu Syahmah dan membawanya ke Masjid.
Begitu tiba di masjid, Khalifah Umar mengambil keputusan memberi hukuman cambuk 100 kali kepada Abu Syahmah karena telah terbukti melakukan kesalahan.
Khalifah Umar segera melaksanakan hukuman. Dia mengambil cambuk dan langsung memukulkannya ke punggung Abu Syahmah.
Wajah Abu Syahmah memerah menahan rasa sakit yang menjalari seluruh tubuhnya.
Khalifah Umar terus memukul Abu Syahmah tanpa berhenti dan saat pukulan ke sembilan puluh, Abu Syahmah tidak bisa berbicara dan terlihat sangat lemah.
Melihat hal itu hati Khalifah Umar bergetar. Dia begitu iba melihat kondisi putranya. Dia pun menguatkan hatinya dan terus melaksanakan hukuman.
Beberapa sahabat Rasulullah berdiri dan berkata, ” Wahai Umar! Hitunglah masih berapa jumlah pukulan yang tersisa dan akhirkan hukuman itu di waktu yang lain.”
Spontan Khalifah Umar menoleh dan dengan tegas dia menjawab, ”Seperti halnya dia tidak mengakhirkan maksiat, hukuman juga tidak akan diakhirkan.”
Tiba-tiba ibu Abu Syahmah berlari ke arah putranya yang tengah dihukum. Dia menangis begitu keras sambil berkata, “Wahai Umar suamiku! Aku akan melaksakan haji untuk setiap cambukan dengan berjalan kaki. Dan aku akan sedekah sebanyak ini dan itu dirham.”
Khalifah Umar tidak menghiraukan teriakan istrinya itu, dengan penuh ketabahan dia terus melaksakan hukuman kepada putranya. Tubuh Abu Syahmah semakin lemah. Wajahnya begitu pucat. Darah semakin deras bercucuran dari balik punggungnya. Dan saat pukulan yang terakhir dia terjatuh dan menghembuskan nafas terakhir.
Khalifah Umar akhirnya tak kuasa membendung air matanya, sebagai seorang ayah dia begitu sedih melihat keadaan anaknya seperti itu. Dia memeluk jasad Abu Syahmah, kemudian meletakkan kepala Abu Syahmah di atas pangkuannya.
Dengan terbata-bata Khalifah Umar berdoa, “Wahai anakku, semoga Allah menghapus segala kesalahan darimu.”