Kisah Abdullah bin Abu Huzafah dan Kaisar Heraklius

Beberapa prajurit membawa seorang tawanan. Tawanan itu begitu kurus kering, bajunya lusuh, luka-luka akibat peperangan, masih mengalir darah dari dalamnya. Tawanan itu adalah seorang sahabat Nabi yang mulia, Abdullah bin Abu Huzafah.

Prajurit itu menarik rantai Abdullah bin Abu Huzafah dengan keras, dan menyuruhnya berjalan agak cepat. Abdullah menatap prajurit dengan tajam. Tapi dia menahan emosinya dan mempercepat jalannya,

Abdullah dibawa masuk ke dalam sebuah ruangan luas dan indah. Ruangan itu adalah ruangan khusus Kaisar Heraklius, sang Kaisar Romawi,

Prajurit memberi hormat kepada Kaisar dan berkata, “Paduka Kaisar, laki-laki ini adalah salah seorang sahabat Muhammad bin Abdullah.”

Kaisar Heraklius menghampiri Abdullah, dan berkata “Wahai orang Arab! Masuk agama Nasranilah kamu! Apabila kau mau, maka aku akan menjadikanmu sekutu dalam kerajaanku dan menikahkanmu dengan putriku!”

Abdullah tersenyum mendengar iming-iming kaisar Heraklius. Dengan nada menghina dia menjawab, “Ketahuilah Wahai Kaisar Romawi. Apabila kau memberikan seluruh harta yang kau miliki, dan ditambah pula dengan seluruh harta orang Arab dengan syarat aku harus keluar dari agama Muhammad, sungguh aku tidak akan melakukannya walau hanya sekedipan mata.”

Mendengar jawaban Abdullah, Kaisar Heraklius langsung marah. Dengan keras dia berkata, “Kalau begitu kau akan kubunuh.”

Abdullah tersenyum mendengar itu, dengan tenang dia menjawab, “Kalau begitu silahkan saja kau lakukan.”

Kaisar Heraklius semakin geram mendengarnya. Dia segera memanggil para algojo dan memerintahkan mereka agar Abdullah disalib.

Para algojo segera membawa Abdullah di lapangan eksekusi. Di lapangan itu nampak beberapa mayat yang telah membusuk di atas kayu salib.

Para algojo mengikat dan memaku kedua tangan dan kaki Abdullah di atas kayu salib.

“Aahhh…” Teriak Abdullah menahan rasa sakit yang begitu perih.

Kemudian mereka menarik kayu salib hingga kayu salib itu berdiri kukuh di atas tanah.

Para pasukan panah segera menghunuskan panah tepat di depan tangan dan kaki Abdullah.

Kaisar Heraklius tersenyum sembari mendekati Abdullah. Sekali lagi ia membujuk Abdullah untuk masuk ke agama Nasrani dan menjanjikannya segala kekuasaan dan harta.

Tetapi Abdullah menolak tawaran itu. Dia lebih memilih mati syahid daripada meninggalkan agama Islam.

Kaisar Heraklius geram mendengar jawaban Abdullah. Dia ingin menyiksa Abdullah lebih kejam lagi.

Dia menoleh ke arah algojo dan memerintahkan mereka untuk melepaskan Abdullah dari kayu salib. Para algojo segera melaksanakan titah Kaisar. Tubuh Abdullh yang telah lemah mereka turunkan dari kayu salib. Paku-paku yang telah menancap di tangan dan kaki Abdullah, mereka cabut dengan keras.

Kaisar Herakllus memerintahkan para algojo menyiapkan kuah besar yang telah diisi minyak yang mendidih. Para algojo bergegas menyiapkan kuali besar. Kuali itu langsung mereka isi dengan minyak dan memanggangnya di atas api hingga mendidih.

Setelah itu, para algojo menggiring beberapa tawanan muslim hingga berdiri tepat di pinggir kuali besar itu.

Abdullah paham siksaan apa yang akan menimpa mereka dirinya sesaat lagi.

Kaisar Heraklius segera memberi isyarat kepada algojo. Algojo menggiring para tawanan muslim itu. Sedetik selanjutnya tawanan itu langsung dilempar ke kuali yang berisi minyak mendidih.

“Akhhh…” Teriak para tawanan itu.

Beberapa saat kemudian, nampak tulang belulang telah mengapung di atas kuali itu.

Kaisar Heraklius tersenyum. Dia mendekati Abdullah dan menawarinya lagi untuk masuk ke agama Nasrani. Namun dengan tegas Abdullah menolaknya.

Kaisar Heraklius geram, dan menyuruh algojo untuk mengeksekusi Abdullah.

Algojo segera mengikat tubuh Abdullah dengan tali kerekan. Lalu, dengan sekuat tenaga, tubuh Abdullah ditarik dan hendak di­masukkan ke dalam kuali.

Tiba-tiba Abdullah menangis. Melihat hal itu, Kaisar begitu gembira. Ternyata keperkasaan dan keteguhan imannya telah luluh pikir Kaisar dalam hati.

“Apa yang menyebabkanmu menangis? Apakah kau takut mati?” Tanya Kaisar Heraklius.

Abdullah menggeleng dan menjawab, “Sesungguhnya aku menangis karena aku menyadari bahwa nyawaku itu hanya satu dan akan dilemparkan ke kuali yang besar karena Allah. Sedang aku berharap agar aku memiliki nyawa sebanyak rambut yang tumbuh memenuhi tubuhku dan semuanya mati karena Allah dengan siksaan seperti ini.”

Kaisar tertegun mendengar jawaban Abdullah, dia kagum akan keteguhan iman laki-laki ini. Namun, ia masih ingin menguji ketebalan iman Abdullah lagi. Kaisar memerintahkan agar menurunkan dan melepas ikatan tali yang melilit Abdullah.

Kaisar segera memerintahkan seorang pasukan untuk membawa Abdullah ke penjara dan berpesan agar Abdullah tidak usah diberi makan kecuali dengan daging babi dan arak. Prajurit itu paham dan segera menggiring Abdullah ke dalam penjara.

Setiap hari, Abdullah diberi suguhan makanan berupa daging babi dan arak oleh para prajurit. Tapi Abdullah sama sekali tidak menyentuh makanan dan minuman itu.

Hari berganti hari telah dilalui Abdullah dalam penjara. Rasa lapar dan haus telah membuat tubuh Abdullah semakin kurus. Wajahnya pucat, dan mulutnya kering karena tidak tersentuh air sama sekali.

Kaisar Heraklius kagum melihat kegigihan Abdullah. Dia pun bertanya, “Kenapa kau sama sekali tidak menyentuh makanan dan minuman itu?”

Abdullah dengan suara pelan menjawab, “Sesungguhnya dalam agama Islam kedua makanan itu telah halal untukku karena keadaanku yang terpaksa seperti ini. Tetapi aku tidak mau membuat kalian girang karena aku menyerah.”

Kaisar Heraklius begitu kagum dengan kegigihan Abdullah. Kini dia percaya bahwa orang yang di depannya ini bukanlah orang sembarangan.

“Baiklah, cium kepalaku maka kau akan ku bebaskan.” Ucap Kaisar Heraklius.

“Apakah kau juga akan membebaskan seluruh tawanan muslim?” Tanya Abdullah.

“Iya.” Tegas Kaisar Heraklius.

Abdullah segera dikeluarkan dari penjara. Lalu, dengan berat hati dia mencium kepala Kaisar Heraklius.

Sesudah itu, sesuai janji, Kaisar Heraklius membebaskan seluruh tawanan yang beragama Islam tanpa syarat.

Abdullah dan seluruh tawanan muslim segera pergi meninggalkan ibukota Romawi. Beberapa hari kemudian, akhirnya mereka sampai di Madinah dalam keadaan selamat.

Kabar kebebasan Abdullah dari tawanan lainnya segema tersiar ke Madinah. Mendengar kabar itu, Khalifah Umar begitu bangga dengan Abdullah bin Huzafah. Karena dengan keberaniannya, ia berhasil membebaskan seluruh tawanan muslim.

Saat Abdullah sampai di Madinah, Khalifah Umar segera menyambut kedatangan Abdullah. Dengan keras Khalifah Umar berkata, “Suatu kewajiban bagi setiap kaum muslim untrik mencium kepala Abdullah bin Abu Huzafah. Dan aku orang pertama yang akan melakukannya.”

Khalifah Umar mendekati Abdullah dan mencium kepalanya sebagai bentuk penghormatan. Lalu, seluruh kaum muslim mengikuti apa yang dilakukan oleh Khalifah Umar,