Periode Kejayaan Dinasti Muwahhidun
Setelah resmi menjadi khalifah pertama pada tahun 1146 M, Abdul Mukmin bin Ali segera melancarkan misinya. Ia melakukan ekspansi ke beberapa wilayah kekuasaan Dinasti Murabithun yang saat itu masih berdiri meski telah berada di ambang keruntuhan. Abdul Mu’min mewarisi karakter Muhammad bin Tumart dalam mewujudkan ambisinya. Ia akan menempuh jalur kekerasan meski hal tersebut merupakan jalan untuk dakwah.
Meski dikenal dengan sifatnya yang keras saat menjadi pemimpin, ada beberapa pencapaian yang ia lakukan saat menjabat menjadi khalifah. Dia antaranya:
Pertama, mendirikan beberapa masjid dan madrasah. Rupanya ia memiliki perhatian yang cukup besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan dan budaya. Menguti penuturan sejarawan, Abdul Wahid al-Marrakasyi, Abdul Mu’min seringkali mengundang para tokoh untuk melakukan diskusi dan dialog. Ia juga menjamin kesejahteraan para tokoh dan ilmuwan tersebut dengan memberikannya kehidupan yang layak dan memberi santunan secara rutin.
Kedua, menjadikan ilmu intelijen sebagai materi yang wajib dipelajari di kemiliteran. Ia membangun lembaga pendidikan serta pelatihan di sekitar lingkungan istana untuk dijadikan tempat belajar di bidang politik dan pemerintahan. Abdul Mu’min menargetkan siswa-siswanya agar bisa ahli dan kelak turut andil dalam pembangunan dan pemeintahan di Dinasti Muwahhidun. Bahkan ia juga memiliki target agar kelak bisa memilik markas pelatihan di Maroko untuk melatih rakyatnya agar bisa berperang di air, bertempur di lautan, dan sebagainya.
Ketiga, ingin melakukan produksi senjata. Keinginan ini dimaksudkan untuk memudahkan Dinasti Muwahhidun dalam menyerang pasukan Kristen dan merebut kembali wilayah muslim di Andalusia.
Seperti yang telah disebutkan, bahwa Abdul Mu’min seringkali bahkan tak tanggung untuk melakukan tindakan kekerasan. Menurut al-Badziq, seorang sejarawan di masa itu, Abdul Mu’min telah melakukan lebih dari tiga puluh ribu kali pembunuhan untuk menyebarkan teror dan menjaga stabilitas pemerintahannya. Ia menggunakan kekuasaannya dengan sewenang-wenang dan sangat bersifat otoriter.
Diceritakan pada suatu hari ada salah seorang pedagang yang kehilangan barangnya. Kemudian ia melaporkan hal tersebut ke bagian keamanan. Mengetahui hal itu, Abdul Mu’min mengumpulkan para penasihat dan tokoh dari beberapa suku di Maroko. Ternyata barang yang hilang tersebut ditemukan di antara mereka, tak main-main, ia langsung membunuh orang-orang yang ia kumpulkan itu. Peristiwa itu menimbulkan protes dari para warga karena telah membunuh tokoh-tokoh penting di suku mereka.
Pedagang yang melaporkan kejadian tersebut justru melarikan diri ke Sicilia karena takut dibunuh juga oleh Abdul Mu’min bin Ali. Bahkan ia sempat melantunkan dua bait syiir:
وَحَكِّمِ السَيْفَ لَا تَعْبَأْ بِعَاقِبَةٍ # وَخّلِّهَا سِيْرِةً تَبْقَى عَلَى الحِقَبِ
فَمَا تُنَالُ بِغَيْرِ السَيْفِ مَنْزِلَةٌ # وَلَا تُرَدُّ صُدُوْرُ الْخَيْلِ بِالْكٌتُبِ
Gunakan saja pedang, karena ia takkan peduli akibat yang akan terjadi *** biarkan ia menggores sejarah yang akan mengabadikan zaman
Karena tanpa pedangpun kedudukaan mulia takkan diraih *** karena serangan pasukan berkuda tidak bisa dihadang dengan buku
Dua tahun setelah menguasai wilayah Maroko dan sekitarnya, pada tahun 1148 ia mulai menguasai wilayah Andalusia. Setelah berhasli menguasai, sang Qadhi Ibn al-Arabi menyatakan baiat dan sumpah setianya terhadap kekhalilfahan Abdul Mu’min bin Ali. Ia pun meminta agar Abdul Mu’min mengirimkan bantuan berupa pasukan ke Andalusia untuk menyerang pasukan Kristen. Setelah itu, melalui al-Qadhi Ibn al-‘Arabi, Abdul Mu’min bin Ali merebut wilayah-wilayah kekuasaan Murabithun yang berada di Andalusia.
Pada tahun 1160 ia berhasil merebut Tunisia dari tangan Kristen. Tak lama setelah itu, ia berhasil menghimpun Libya ke dalam wilayah pemerintahannya yang sebelumnya merupakan wilayah kekuasaan orang-orang Murabithun. Ia berhasil menyatukan daerah-daerah yang berada di batas wilayah kekuasaan Murabithun yang justru letaknya lebih dekat dengan Mesir.
*dikelola dari kitab Qisshoh al-Andalus min al-Fath ila as-Suquth karya Dr. Raghib as-Sirjani