Akhir Peristiwa Peperangan Zallaqah
Dr. Raghib as-Sirjani dalam kitabnya, Qisshoh al-Andalus min al-Fath ila as-Suquth menggambarkan sangat detail perisitiwa peperangan Zallaqah ini. Ia juga mengutip perkataan beberapa sejarawan yang menggambarkan peristiwa ini. Peperangan yang melibatkan ratusan ribu pasukan ini berlangsung penuh pertumpahan darah. Kedua pasukan baik pasukan muslim maupun Kristen memiliki strateginya masing-masing.
Al-Mu’tamid bin Abbad: Mengajak Kerjasama Kerajaan Kristen, Kemudian Menyerang Balik
Sebelum peperangan berlangsung, al-Mu’tamid bin Abbad melakukan pemeriksaan dan patroli di sekitaran pasukan muslim. Bahkan ia mengirim mata-mata untuk mengintai keadaan Kerajaan Kristen. Pengintaian ini dilakukan oleh al-Mu’tamid untuk memastikan keadaan pasukan muslim, terutama kaum Murabithun yang tidak mengetahui keadaan bumi Andalusia dan karakter pasukan Kristen milik Alfonso VI.
Dua pengintai yang diutus oleh al-Mu’tamid melaporkan kepadanya akan apa yang telah mereka berdua dengar dari Raja Alfonso VI. Ia sangat berambisi untuk menghancurkan al-Mu’tamid karena ia yang menjadi salah satu pelopor atas kerja sama kerajaan Islam dengan Kristen. Namun kini ia malah balik menyerang Kerajaan Kristen. Mendengar itu al-Mu’tamid mengutus Abu Bakar al-Qashiroh untuk segera mengabarkan Yusuf bin Tasyin agar kaum muslim bergegas.
Tepat setelah subuh pada bulan Rajab tahun 1086 M, pasukan Kristen melakukan serangan secara mendadak. Hal ini jelas menunjukkan Alfonso VI benar-benar mengkhianati apa yang ia sampaikan melalui surat . Sudah cukup maklum, mereka adalah orang-orang yang seringkali melakukan kecurangan, kebohongan, dan pengkhianatan. Pasukan muslim sangat kaget dengan serangan yang secara tiba-tiba ini.
Kekhawatiran Yusuf bin Tasyfin
Dalam peperangan Zallaqqah, Yusuf bin Tasyfin telah mengatur posisi pasukan muslim. Ratusan ribu pasukan muslim dibagi menjadi tiga kelompok. Barisan paling depan terdiri dari orang-orang Andalusia yang dipimpin langsung oleh al-Mu’tamid. Ia juga dibantu beberapa raja Islam di Andalusia yang berada di sayap kanan dan kiri. Dr. Raghib mengutip perkataan sejarawan lain bahwa Yusuf bin Tasyfin sebenarnya meragukan kesetiaan al-Mu’tamid. Pasalnya ia merupakan salah satu pelopor kerja sama kaum muslim dengan kaum Kristen yang berujung malapetaka bagi kaum muslim.
Pasukan kedua terdiri dari orang-orang Andalusia juga tetapi dipimpin oleh Daud bin Aisyah dan berada di belakang kelompok pimpinan al-Mu’tamid. Baris terakhir adalah kelompok orang-orang Murabithun yang berada di bawah komandan Yusuf bin Tasyfin. Akan tetapi kelompok ini terpisah dari kelompok lainnya. Mereka berada di balik bukit, sedikit tersembunyi. Strategi ini dipelajari oleh Yusuf bin Tasyfin dari peristiwa pertempuran al-Waljah yang dipraktikkan oleh Khalid bin Walid.
Alfonso VI juga melakukan pembagian terhadap pasukannya. Ia membaginya menjadi dua kelompok dan ia sendiri bergabung dengan kelompok yang berhadapan langsung dengan pasukan pimpinan Daud bin Aisyah. Sedangkan kelompok kedua dipimpin oleh Berhans dan Ibn Raldmer. Kelompok kedua ini langsung mneyeru kelompok yang dipimpin oleh al-Mu’tamid. Mereka berhasil melakukan penyerangan tersebut sampai terobrak-abrik. Pasukan muslim merasa terdesak dan lari ke arah Badajoz. Akan tetapi pasukan di bawah pimpinan al-Mu’tamid tetap bertahan pada posisinya.
Penyerangan Tidak Selesai
Singkat cerita, kedua pasukan baik dari pihak Kristen maupun Muslim sudah sama-sama mengalami kelelahan. Di sinilah Yusuf bin Tasyin bertindak. Ia dan pasukannya segera turun dari bukit. Ternyata kelompok ini lantas mendekati markas orang-orang Kristen dan membakarnya. Pasukan Kristen sontak sangat terkejut dengan apa yang dilakukan orang-orang muslim. Mereka tidak mungkin menuju ke markas karena terjebak dalam perang. Strategi ini dilakukan oleh Yusuf bin Tasyin untuk menggoyahkan kekuatan pasukan Kristen. Benar, pada akhirnya mereka menjadi kocar-kacir tidak karuan.
Pasukan Kristen semakin terdesak. Seorang budak hitam dari kalangan muslim berhasil menghunuskan pedang ke paha Alfonso VI. Atas perintah Yusuf bin Tasyfin ia meminta pasukan muslim berhenti menyerang pasukan Kristen yang telah mundur. Menurutnya, jika penyerangan terus dilakukan itu akan membuat mereka semakin kuat dan semangat menyerang balik.
Hal bertentangan dengan pendapat al-Mu’tamid. Pertempuran ini memang dimenangkan oleh pasukan muslim. Akan tetapi, setelahnya penyerangan dari pasukan Kristen tak henti-hentinya terjadi selama kurun waktu 20 tahun. Kalau saja yang dilakukan adalah mengikuti pendapat al-Mu’tamid untuk terus menghabisi pasukan Kristen mungkin kejadiannya akan berbeda.
* dari kitab Qisshoh al-Andalus min al-Fath ila as-Suquth karya Dr. Raghib as-Sirjani