Kisah Sang Penolong
Hamparan pasir kota Madinah membentang luas. Sesekali angin padang pasir berhembus, membuat udara semakin panas.
Seorang pemuda dari kabilah Juhainah tengah berjalan membawa seekor keledai dari beberapa anak-anak kambing menuju Madinah. Dia diperintah ayahriya untuk menjual barang-barang itu di kota kaum Madinah.
Sang pemuda mengawasi muatan itu. Dia khawatir apabila salah satu muatannya jatuh.
Sang pemuda terus berjalan. Saat mendekati kota Madinah, tiba-tiba muatannya miring, dan akan jatuh. Spontan, sang pemuda menahan muatan dengan kedua tangannya agar tidak jatuh.
Tiba-tiba datanglah seorang laki-laki paruh baya bertubuh tinggi besar. Pakaiannya sangat sederhana. Kedua pundaknya yang lebar, menambah kesan sangar. Sorot matanya tajam seperti harimau yang akan menerkam mangsanya.
Pemuda itu memanggil sang laki-laki separuh baya tersebut “Wahai Hamba Allah! Tolong pegangi keledaiku ini hingga aku dapat menguatkan ikatannya!”
Laki-laki paruh baya itu menoleh dan berkata, “Tentu saja, wahai anakku!”
Laki-laki paruh baya segera memegang muatan sang pemuda. Sang pemuda lantas memperbaiki posisi dan ikatan muatan keledai itu. Tak berselang lama, muatan telah terikat kuat dan rapi.
Laki-laki paruh baya bertanya kepada sang pemuda, “Siapa namamu nak?”
Sang pemuda mengusap peluh di wajahnya dan menjawab “Saya fulan bin Fulan. Saya berasal dan kabilah Juhainiyah.”
Laki-laki paruh baya itu terkejut “Apabila kau telah pulang dan bertemu dengan ayahmu maka katakanlah, “Sesungguhnya Amiml Mukminin berkata kepadamu, “Takutlah kamu untuk menyembelih kijang, sesungguhnya lemak anak kambing lebih baik dari pada keju kambing dewasa. ”
Sang pemuda tertegun, kemudian dia bertanya, “Siapakah Anda? Semoga Allah melimpahkan rahmat kepadamu.”
Laki-laki paruh baya menjawab, “Aku, Umar Amirul Mukminin.”